PANDEGLANG, Dialektikanews.com – Diduga terjadi maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Desa Mekarjaya Kecamatan Panimbang Kabupaten Pandeglang, Banten, yang mengakibatkan terhambatnya aktivitas dan kepentingan masyarakat desa.
Hal tersebut diketahui dari adanya keluhan masyarakat Desa Mekarjaya terhadap pelayanan yang tidak optimal saat mengurus proses pembuatan Akta Jual Beli (AJB) lahan warisan milik warga setempat.
Dari penelusuran awak media, saat berkunjung ke Kantor Desa Mekarjaya, dan menemui beberapa staf arau pegawai desa dan menanyakan alasan tidak dapat diprosesnya pembuatan AJB salah satu warga menurut pengakuan beberapa staf kantor desa mereka tidak dapat memproses lantaran harus menunggu intruksi atau perintah terlebih dulu dari kepala desa.
“Kami diintruksikan oleh Pak Kades Supriana, untuk persoalan pertanahan termasuk pembuatan AJB lahan milik Pak Deni, agar tidak memprosesnya sebelum mendapat perintah dari dirinya,” ujar beberapa pegawai desa, Selasa (7/3/2023).
Lebih lanjut tim awak media dari Perkumpulan Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Banten, kembali melanjutkan investigasi dengan menemui salah satu warga yang menurut informasi diduga dipersulit pemerintah Desa Mekarjaya saat proses pembuatan AJB lahan miliknya.
Ditemui dikediamannya, Selasa (7/3/2023), Deni warga Kampung Panyingkiran Desa Mekarjaya Kecamatan Panimbang, yang tak lain ahli waris dari Almarhum Ngadimin membenarkan bahwa dirinya bersama ahli waris lainnya merasa dipersulit pemerintah desa terutama Kepala Desa Melarjaya, saat mengurus pembuatan AJB lahan warisan peninggalan orang tuanya.
“Benar, kami merasa dipersulit pihak desa saat mengurus AJB, sampai saat ini pun administrasi pengurusan AJB itu belum juga dikerjakan pihak desa, dengan alasan yang tidak jelas, padahal itu lahan milik keluarga kami sendiri penginggalan orang tua, tapi kenapa dipersulit pihak desa seolah lahan itu lahan sengketa,” ujar Deni
Dikatakan Deni, dulu almarhum orang tua kami memiliki sebidang tanah dan telah bersertifikat atas nama orang tua kami almarhum Ngadimin seluas kurang lebih 2500 M2. Namun berjalannya waktu kata Deni, bidang tanah tersebut terbagi menjadi tiga bagian, yakni satu bagian dimiliki orang tua kami, dan dua bagian lainnya dimiliki adik atau saudara kandung orang tua kami.
“Saya tau itu sudah menjadi tiga bagian dari peta lahan yang ada saat ini. Dari peta lahan diketahui satu bagian atas nama Ngadimin orang tua saya dan dua bagian lain masing -masing atas nama Yanti, dan Hendra,” tukas Deni
Deni juga mengaku, pihaknya tidak mempersoalkan terhadap lahan yang dua bidang tersebut, yang kini dalam penguasaan Yanti dan Hendra. Karena dirinya bersama saudara kandungnya yang juga ahli waris hanya akan menjual sebagian tanah warisan atas nama orang tuanya almarhum Ngadimin dan itu pun tidak dijual seluruhnya hanya 287 M2 dari luas keseluruahn sekira kurang lebih 850 M2.
“Kami heran kenapa kami ingin menjual lahan warisan orang tua kami itu, saat akan membuat AJB nya dipersulit kepala desa. Saya menduga ada intervensi pihak lain terhadap kepala desa untuk tidak memproses AJB tersebut,” terang Deni
Hal senada disampaikan beberapa warga setempat yang membenarkan dan mengetahui bahwa lahan Deni merupakan lahan peninggalan orang tuanya almarhum Ngadimin seorang pensiunan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Kami juga heran kok bisa kades mempersulit proses AJB itu. Padahal itu tanah yang akan dijual keluarga deni adalah lahan dan hak mereka sendiri sebagai ahli waris Ngadimin. Jadi tidak ada alasan pak kades untuk tidak memproses AJB tersebut,” ujar Enjum salah satu warga Kampung Panyingkiran kepada awak media.
Sementara Kepala Desa Mekarjaya Kecamatan Panimbang, Supriana saat dikonfirmasi awak media, melalui telphon selularnya, Selasa (7/3/2023) mengatakan, pihaknya tidak dapat memproses AJB ahli waris Ngadimin dengan alasan lahan tersebut masih ada permasalahan dalam keluarga antara ahli waris dengan adik orang tua ahli waris.
“Kami bisa memproses AJB jika permasalahan antara keluarga Pak Deni dengan Bibinya selesai,” ujar Kades Supriana
Kades juga mengaku, akan menemui saudara atau adik orang tua ahli waris (Bibi ahli waris) selaku orang yang mempermasalahkan lahan tersebut. Bermaksud membujuk agar mau bermusyawarah dengan keluarga ahli waris.
“Sebenarnya kami siap membantu, tapi kami minta waktu untuk kembali menemui bibinya Pak Deni agar mau bermusyawarah soal lahan ahli waris yang berbatasan dengan lahan bibinya itu. Siapa setelah ditemui ada solusi yang baik buat semuanya,” tutur Supriana, seraya menambahkan jika tidak ada keputusan musyawarah, maka kami mempersilahkan untuk menempuh jalur hukum.
Jika permasalahan lahan ini tidak ada solusi musyawarah, silahkan tempuh jalur hukum. Kan bisa melalui wadah lain seperti ke Pengadilan,” pintanya
Ironis ketika awak media menanyakan apakah permasalahan lahan itu bisa dicari tahu kebenaran dan keabsahannya melalui Buku Induk atau biasa lajim disebut Letter C ? Kades mengaku, tidak ada Buku Induk ataupun Letter C di desanya.
Saat ditanya balik awak media kenapa bisa tidak ada ? kades kembali menjawab hilangnya Buku Induk atau Letter C itu kemungkinan akibat keteledoran atau ketidakrapihan aparatur desa sebelumnya.
“Soal Buku Induk atau Letter C di desa kami tidak ada entah dulunya gimana mungkin itu akibat kelalaian dan tidak tertibnya aparat desa waktu itu, sebelum saya menjabat,” pungkasnya
Menanggapi hal itu, Yoga salah satu Kepala Bidang pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPMPD) Kabupaten Pandeglang, menyesalkan jika ada oknum kepala desa yang bekerja diluar aturan atau prosedur yang sudah menjadi ketetapan pemerintahan desa.
Yoga juga berharap aparatur pemerintahan desa dalam melaksanakan pekerjaannya berjalan sesuai relnya, berpedoman terhadap aturan dan peraturan yang mengikat.
Karena dalam menjalankan roda pemerintah desa sudah diatur dalam perundang – undangan dan peraturan lainnya. semisal Undang – undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan juga UU No 25 Tahun 2009, tentang pelayanan publik.
“Dengan adanya informasi tentang dugaan maladministrasi oknum kepala desa ini, tentu kami akan menindaklanjutinya dan dalam waktu dekat ini pun kami akan segera memanggil kepala desa yang bersangkutan untuk dimintai penjelasan atau klarifikasi atas aduan tersebut,” pungkasnya
Ditempat terpisah Ketua LSM Mahatidana, Encup Sukrana mengaku geram jika masih ada oknum kepala desa yang bekerja secara otoriter dengan mengedepankan ego seorang pimpinan tetapi mengindahkan semua aturan dan peraturan yang berlaku.
“Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang untuk tujuan lain termasuk kelalaian dan mengabaikan kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara.
“Jika Maladministrasi oknum kades sudah menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat atau orang perseorangan, hal itu diatur juga dalam Pasal 1 Angka 3 UU 37 Tahun 2008, tentang Ombudsman Republik Indonesia. Maka perbuatan oknum kades itu pun bisa dilaporkan ke Ombudsman, atau gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” cetusnya
Encup menambahkan, kriteria maladministrasi desa meliputi, tidak memberikan pelayanan, penyimpangan prosedur, penundaan berlarut maupun pungutan liar karena tidak tertibnya administrasi desa. (Red)