BLITAR, JAWA TIMUR, – dialektikanews.com, – Warga asal Yogyakarta Jawa Tengah berinisial ID dan Warga Bandung, Jawa Barat, YD, mengaku kesulitan menjalani hidup disaat kondisi perekonomian terpuruk akibat pandemi Covid 19.
Terlebih setelah mereka berhenti bekerja di salah satu perusahaan out sourching cleaning service di instansi atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Blitar Jawa Timur.
Kepada awak media, ID mengaku, kesulitan terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari hari, lantaran harga bahan pokok semakin melambung tinggi, sementara pendapatannya saat ini tidak ada.
“Ya saat ini kondisi saya benar – benar kesulitan untuk membeli kebutuhan pokok sehari – hari, dan itu saya rasakan setelah berhenti bekerja sebagai suvervisor tenaga kebersihan PT AHM yang ditempatkan di OPD Lingkungan Hidup (LH) di Kabupaten Blitar, Jawa Timur,” tuturnya via WhatsApp, Jumat (13/05/2022).
Ia menjelaskan kenapa dirinya berhenti kerja dari PT AHM, itu lantaran kondisi perusahaan yang kesulitan membayar gaji karyawan, akibat mitera kerja perusahaan seperti 4 OPD di Blitar yang belum membayar upah kerja kepada perusahaan PT AHM.
“Saya resign dari perusahaan PT AHM dampak dari 4 OPD itu juga yang hingga kini belum mampu membayar upah pekerja sebagai kewajibannya kepada perusahaan,” terang ID
Bahkan kata ID, selain merasa gak enak hati terhadap perusahaan PT AHM yang selama ini telah memenuhi kewajibannya membayar karyawan meski OPD belum membayar, dirinya akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri.
“Soal PT AHM, saya akui komitmen dalam membayar upah kerja. Tapi sebagai Superviser saya juga merasa malu ke perusahaan, karena saya juga tau kalau OPD belum membayar kewajibannya kepada perusahaan sebagai mitra kerja pengadaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ditempatkan di Lingkungan 4 OPD Blitar tersebut,” ujarnya
Lebih lanjut kata ID, dirinya selaku kepanjangan tangan perusahaan merasa aneh dan heran dengan layanan management 4 OPD Blitar, yang dianggap tak lazim dilakukan instansi pemerintahan.
“Banyak alasan yang tidak jelas dilakukan oknum pegawai 4 OPD Blitar. Semisal laporan penagihan dari PT AHM yang ditolak oknum OPD DLH. Padahal format / contoh laporannya dari mereka,” tandasnya
Menurut dia, di 4 OPD Kota Blitar diduga terlalu banyak kepentingan. Dan hal semacam itu, selama dirinya bekerja dibeberapa wilayah propinsi, baru mengalami di kota Blitar, yang dinilai keluar dari komitmen dalam kewajibannya membayar upah kerja kepada perusahaan.
Dengan kondisi perusahaan tidak dibayar oleh 4 OPD tambah ID, tentunya perusahaan juga tidak mampu lagi membayar gaji karyawan. Dan sekarang untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, dengan sangat terpaksa ID pun harus rela bekerja serabutan, dengan penghasilan tidak menentu, dan hanya sekedar cukup untuk makan seadanya.
Bukan saja ID yang harus merasakan getahnya, akan tetapi karyawan lainnya pun mendapat nasib yang sama. Bahkan kata Indra, beberapa karyawan kerap menuntut dirinya meminta gaji mereka, dan itu kata indra, mungkin karena dirinya sebagai supervisor atau yang dipercaya perusahaan.
“Dulu saat masih bekerja, saya sering jelaskan ke beberapa tenaga pelaksana dan sebagian mereka (karyawan), dapat menerima alasan dari kejadian yang ada. Namun mereka kembali meneror ketika sudah bertemu kembali dengan oknum OPD Kota Blitar. Mereka pun sudah diminta istirahat sementara agar sama-sama enak. Tapi jawaban mereka tidak berani karena katanya diancam akan di gantikan orang lain oleh oknum OPD. Akhirnya bola panas dilemparkan kepada saya yang tujuan sebenarnya ke perusahaan bukan ke saya. Tapi ya saya takut, sampai- sampai saya sering mendapat teror bahkan ada pula yang mengancam mau menusuk saya,” akunya
Alasan lain juga disampaikan ID perihal resignnya. Dia menyampaikan bahwa dirinya merasa dipersulit dalam banyak hal oleh oknum OPD DLH Kota Blitar. Seperti tidak diberi akses dalam berkomunikasi maupun pekerjaan dengan para pekerja, selain itu dipersulit juga dalam hal penagihan, dengan alasan-alasan yang membingungkan.
“Yang lebih menyedihkannya lagi, saat ditolaknya laporan pekerjaan padahal format/contoh laporan tersebut diberikan oleh mereka. Alhamdulillah ditempat lainbselain di OPD Kota Blitar yang pernah saya tangani, laporan bulanan seperti biasa saja bahkan format laporan dari perusahaan. Baru kali ini di beberapa OPD kota Blitar saya merasakan yang tidak wajar dan seakan-akan dibuat-buat, sehingga saya merasa bersalah ke perusahaan karena dianggap tidak mampu bekerja. Hal ini menyebabkan tagihan perusahaan belum dibayarkan dan aluran kas perusahaan menjadi terganggu untuk penggajian selanjutnya. Walaupun sebenarnya itu persoalan antara perusahaan dan OPD terkait, saya menjadi korban. Sedih mas saya bahkan pernah dilempar sapu oleh oknum karyawan DLH” pungkasnya.
Ditempat terpisah, kondisi yang sama juga dialami eks karyawan lain, seperti YD, warga asal Kota Bandung Jawa Barat. Dia pun bernasib sama, yang resign dari jabatannya sebagai direktur operasional.
Kendatipun resignnya dilakukan secara sukarela atau dengan cara mengundurkan diri lantaran merasa malu tidak bisa menuntaskan pekerjaanya yang ada di kota Blitar. Dan sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada perusahaan ia pun harus rela memberhentikan dirinya sendiri keluar dari perusahaan dimana dirinya bekerja dan berpenghasilan tetap.
YD pun mengungkapkan, bahwa perusahaan tempatnya bekerja sudah hampir setengah tahun belum juga dibayar oleh mitra kerjanya yaitu 4 OPD di Kota Blitar.
Padahal kata YD, perusahaan sudah menunaikan kewajiban sebagai penyedia jasa tenaga kerja diantaranya dengan menanggulangi pembayaran upah kerja karyawan meski OPD belum membayarnya.
“Saya juga sedih mas dengan kondisi saya saat ini selain harus memenuhi kebutuhan pokok keluarga, anak saya sebentar lagi masuk sekolah yang sudah pasti butuh biaya, sementara saya sudah tidak lagi bekerja,” kata YD
YD juga mengamini kalau di 4 OPD Kota Blitar itu ditenggarai banyak kepentingan oknum tertentu.
“Aturan-aturan yang berlaku pun tidak boleh diterapkan disana dan banyak hal lainnya diluar akal sehat, sangat berbeda dengan pekerjaan di kota-kota lain,” tuturnya
Ditempat terpisah Direktur PT.AHM, Dodong ketika dikonfirmasi membenarkan peristiwa tersebut, bahkan banyak karyawan kantor yang resign terutama karyawan yang bekerja di Kota Blitar.
Dodong mengaku, kalau awal permasalahannya adalah imbas dari keterlambatan pembayaran upah kerja OPD ke perusahaan yang berlarut – larut.
Diantaranya, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga Dinas Pendidikan Kota Blitar.
Sebagai pihak yang bertanggung jawab di PT AHM, Dodong, menyesalkan sikap lalai 4 OPD Kota Blitar, yang menurutnya hal itu tidak terjadi, jika saja pihak user atau OPD yang bersangkutan tanggap terhadap tagihan perusahaan.
“Kami perusahaan sebenarnya sudah berupaya semaksimal mungkin melayangkan tagihan ke pihak user dalam hal ini OPD, dengan beberapa kali perubahan invoice, bahkan berpuluh-puluh kali, sesuai dengan permintaan OPD,” jelasnya
Lebih lanjut dikatakan Dodong, sejauh ini pihaknya menyadari keterlambatan pembayaran akan berdampak pada keberlangsungan karyawan.
“Apalagi kami sebuah perusahaan penyedia jasa kualifikasi kecil, dengan modal yang sangat terbatas. Tapi ya itu tadi kenapa karyawan berhenti akibat dari lambatnya pembayaran dari mitra kami tersebut. Padahal pola pembayarannya sudah disepakati sesuai kontrak yakni setiap bulan sekali,” paparnya
Menanggapi hal tersebut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Blitar, Yayu Indihartati ketika dikonfirmasi via telphon WhatsApp, Sabtu (14/05/2022) mengatakan, terkait resign karyawan out sourching, itu urusan PT AHM.
Bila menyoal pembayaran dari OPD ke Perusahaan itu pun harus berdasarkan prosedur yang telah ditentukan dimana invoice haruslah dilengkapi dengan lampiran bukti – bukti penunjang administrasi semisal BPJS tenaga kerja dan kesehatan.
“Kami tidak akan membayar tagihan jika tidak dilengkapi administrasi lainnya. Karena selama itu PT AHM hanya mengirim invoice tanpa ditunjang dengan administrasi lainnya, seperti BPJS tenaga kerja, dimana setelah kami konfirmasi ke BPJS ternyata PT AHM belum membayar BPJS karyawannya,” Imbuh Yayu
Dikatakan Yayu, terdapat permasalahan dilakukan PT AHM ketika melakukan tender atau proses lelang, diketahui kata Yayu, pada saat mengikuti lelang, ada item yang dikompetisikan dan ada yang tidak. Ketika itu PT AHM menawar yang dikompetisikan itu di nolkan.
“Jika demikian darimana menanggulangi biaya operasionalnya, karena kita hanya membayar upah kerja tenaga out sourching itu,” tandasnya
Dan itu kata Yayu, disampaikan juga pada saat kontrak. Termasuk proses pembayaran yang harus spesifikasi disertai dengan bukti pembayaran BPJS tenaga kerja dan kesehatan. Pada kontrak juga perusahaan diharuskan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) 1 x bulan gaji.
Untuk diketahui jelas Yayu, sebelum mereka ( PT AHM) memutuskan kontrak kerjasama, pihak DLH telah memberikan Surat Peringatan (SP 1, 2 dan 3), ” pungkasnya seraya menyatakan kalau DLH telah menerbitkan Surat Perintah Membayar ( SPM) untuk Bulan Januari 2022, dan masih diverifikasi BPKAD, intinya, “Posisi dokumen sudah di BPKAD,” tegas Yayu ***