SERANG, DIALEKTIKANEWS.COM, – Proyek tambak udang berlokasi di pesisir pantai Karang Bolong Desa Karang Suraga Kecamatan Cinangka Kabupaten Serang hingga kini masih beroperasi, kendati diduga tak mengantongi ijin. Hal tersebut diungkapkan aktivis GAIB 212 Kabupaten Serang, Suhada, kepada awak media, Sabtu (10/9/2022).
Menurut Suhada, kegiatan pekerjaan tambak udang saat ini mendapat sorotan sejumlah pihak, baik masyarakat setempat maupun aktivis dan LSM, lantaran diduga ilegal dan tak memiliki ijin resmi.
“Semestinya jika belum mengantongi ijin sesuai undang undang yang berlaku harusnya kegiatannya di stop dulu usebelum perijinan selesai,” terang Suhada
Lebih lanjut Suhada menjelaskan, kegiatan reklamasi laut itu harus melalui kajian khusus dengan tidak luput melibatan masyarakat setempat. Dalam hal ini tambah aktivis GAIB, seyogyanya masyarakat sebelum dilaksanakan pekerjaan itu terlebih dulu diberikan informasi, “Jika tidak ada informasi kepada masyarakat setempat kami menduga ini ada sesuatu yang janggal,” ucapnya
Ditanya soal apakah perusahaannya benar tidak mengantongi ijin ? Suhada mengaku tidak mengetahui secara detail, apakah reklamasi di tempat tersebut telah mengantongi ijin apa belum, karena sampai saat ini tak ada koordinasi maupun informasi kepada masyarakat setempat, terutama ijin lingkungan yang sudah seharusnya masyarakat setempat tahu.
“Yang jelas, sebelum perusahaan melakukan aktivitas pengelolaan dan pembangunan, ada banyak prasyarat yang harus dilakukan. Seperti ijin prinsip, ijin lokasi, ijin usaha, ijin lingkungan, KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) dan lain-lain,” ungkapnya
Hal tersebut kata Suhada, sebagaimana yang telah diamanatkan UUD 1945 bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, seperti juga tertuang dalam UU Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014, yakni perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
“Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) itu kan melibatkan 12 OPD, di antara 12 OPD itu adalah Kades, Camat dan Kadis LH. Jadi kalau Pak Camat enggak faham, maka patut diduga bahwa perusahaan itu memang belum mengantongi ijin,” paparnya.
Selain itu ada UU Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 60 Ayat 1 Poin F, G dan H yang berkenaan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menyebutkan, masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi, mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas kerugian yang menimpanya, serta menyatakan keberatan atas rencana pengelolaan.
Suhada berharap, pihak Pemerintah dan aparat yang berwenang harus bertindak tegas. Hal itu juga berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2014 pasal 16 tentang kewajiban memiliki ijin lokasi dan pasal 19 tentang kewajiban memiliki ijin pengelolaan.
“Oleh karena itu, bagi setiap orang yang memanfaatkan dari sebagian ruang perairan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak memiliki ijin lokasi bisa dipidana paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta sesuai pasal 75. Sedangkan, bagi yang tidak memiliki ijin pengelolaan sebagaimana dimaksud, bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar, sesuai pasal 75A,” tegasnya
Bedasarkan laporan warga di lapangan, hingga kini sejumlah alat berat masih terus melakukan aktivitasnya. Sementara para pekerja yang berada di lokasi pun tidak tahu menahu soal administrasi perijinan apakah sudah ada atau belum.
Sementara guna klarifikasi dan juga sebagai penyeimbang berita, pada Minggu (11/9/2022), dialektikanews.com mencoba menghubungi pihak pengelola tambak berinisial H yang menurut warga setempat beliau adalah manager tambak. Namun yang bersangkutan sulit dihubungi.***